Kreativitas Dalam Sains

Jika boleh saya sampaikan, ini bukan suatu kuliah ataupun ceramah. Ini adalah percakapan antara anda dan pembicara. Pokok persoalan, saya kira, yaitu "Kreatifitas dalam Sain". Sain, umumnya diartikan sebagai akumulasi pengetahuan, sehingga apakah ada hubungan antara kreativitas dan pengetahuan? Apakah pengetahuan itu? Pengetahuan diperoleh melalui ribuan tahun pengalaman dan disimpan dalam otak sebagai memori ingatan. Dari ingatan itulah, muncul pikiran. Sehingga pengetahuan selalu terbatas, apakah sekarang ataupun esok hari, dan dimana ada keterbatasan disitu ada konflik. Sehingga dimanakah hubungan kreatifitas dengan sain? Adakah suatu hubungan menyeluruh? Silahkan, kita sedang berfikir bersama. Kita sedang menanyakan sumber terdalam dari proses akumulasi pengetahuan. Kita telah memberi perhatian luar biasa terhadap pengetahuan dari zaman kuno, jauh sebelum munculnya kebudayaan Kristen, telah ada perhatian luar biasa terhadap pengetahuan. Dan pengetahuan, sebagaimana saya katakan tadi, selalu terbatas karena didasarkan pada pengalaman dan pikirah. Pikiran telah menciptakan hal-hal paling luar biasa, sesuatu yang mengagumkan di dunia, monumen-monumen raksasa dari jaman purba, karya seni yang besar, teknologi kecepatan di hari ini — kedokteran, ilmu bedah, komunikasi, komputer, perjalanan ke bulan dan bom nuklir. Pikiran telah 'menciptakan Tuhan', ia juga menciptakan peperangan-peperangan.

Umat manusia, lima ribu tahun terakhir atau lebih, saling membunuh satu sama lain atas nama Tuhan, atas nama perdamaian, atas nama negara dan kesukuan yang mereka miliki. Kini, pembudayaan saat ini, kita dikumpulkan di sini dimana kita memproduksi kehebatan-kehebatan ini, senjata-senjata yang merusak, sebagai hasil dari sain yang merupakan pengetahuan. Sehingga dimanakah tempat pengetahuan, sain, di dalam penciptaan ?

Penciptaan atau kreasi merupakan suatu problem yang kompleks. Berbagai agama menyatakan bahwa Tuhan adalah sumber kreasi tetapi setiap kelompok memiliki ekspresi khusus yang dimilikinya, dan kebutuhan kesukuan yang dimilikinya, dan itu dinamakan. nasionalisme. Itu semua adalah hasil dari pikiran dan dapatkah pikiran menjadi kreatif di dalam bagiannya yang paling dalam? Apakah kreasi itu? Haruskah kreasi selalu diekspresikan, dimanifestasikan? Apapun yang dimanifestasikan pasti terbatas. Kita adalah hasil dari usaha keras, konflik, perjuangan, penderitaan, duka cita selama berabad-abad. Otak kita memiliki kapasitas tak terbatas, tetapi mereka telah mensyaratinya, tidak hanya secara keagamaan, tetapi secara nasional. Kita telah membagi dunia secara geografis, secara keagamaan, secara kebudayaan, dan kita juga telah memecah belah umat manusia — si kaukasus, si hitam, dan si coklat. Dan tentu saja pikiran telah memunculkan konflik luar biasa di antara umat manusia, tidak hanya di antara individu, tetapi juga secara kolektif. Itulah fakta, kita telah menderita peperangan dan setiap bentuk penyakit. Sain telah mampu untuk menolong atau menanggulangi sebagian darinya, tetapi sain juga telah menghasilkan peralatan-peralatan perang yang paling merusak, sehingga kini anda dapat merusak dunia anda yang utuh atas nama idealisme, ideologi-ideologi dan pemujaan kesukuan yang merupakan nasionalisme.

Dari itu semua, apakah adanya kita setelah 45.000 tahun sebagai homo-sapiens? Apakah kita? Apakah yang telah terjadi pada kita? Sebagian besar umat manusia dikacaukan luarbiasa, tidak ada kepastian, mereka tak mampu berpikir meloloskan darinya, tidak sekedar mencari keamanan fisik, tetapi juga rasa aman psikologis, di sisi dalam, baik dalam antarhubungan dan dengan harapan masa depan. Otak kita telah dispesialisasi dan disyarati dengan pengetahuan, dan juga dengan aktifitas-aktifitas kita yang terkondisi, terbatasi.

Bilamana ada pembatasan, pasti ada konflik. Bila anda membagi dunia menjadi orang Amerika, orang Asia, orang Eropa, orang Yahudi dan orang Arab, pasti ada konflik. Tidak hanya berupa peperangan-peperangan, tetapi konflik diantara individu, diantara laki-laki dan wanita.

Memandang ini semua, adakah tempat bagi kreatifitas? Pengetahuan tak akan dapat menjadi kreatif, melalui pengetahuan dapat muncul dunia fisik yang lebih baik. Kita memberikan perhatian luarbiasa kepada pengetahuan, yang merupakan intelek, memandang intelek sebagai hal penting yang vital, tetapi intelek juga terbatas. Kita tidak pernah memandang kehidupan secara holistik, sebagai suatu keseluruhan, tetapi lebih sebagai seorang ilmuwan, ahli fisika, ahli jiwa, atau spesialisasi lain yang dilakukan. Kita adalah umat manusia pertama dan sebagai umat manusia, apakah kita ini? Apa yang terjadi pada kita setelah beribu tahun? Kita berbudaya? Saya tahu anda adalah masyarakat yang sangat makmur — anda mempunyai mobil yang banyak, negara yang menakjubkan, jalan raya yang cantik dan lain sebagainya — tetapi, sebagai umat manusia, apakah kita ini? Sebagai umat manusia mampu kreatif, tidak hanya sebagai ilmuwan, tetapi juga dalam kehidupan kita sehari-hari, untuk itu semua, itulah hal yang penting. Kita telah lupa akan seninya kehidupan, tidak sebagai ilmuwan, tetapi sebagai manusia. Kita terus menerus didalam konflik, dan dapatkah konflik, perjuangan, penderitaan, kegelisahan, ketidakpastian, menjadikan kreatif? Ataukah kreatifitas merupakan sesuatu yang samasekali berbeda?

Dapatkah kita, sebagai manusia, melihat dunia sebagaimana kita telah membuatnya? Saya heran jika kita tak pernah bertanya pada diri kita apakah kita ini individu-individu semacam itu? Kesadaran kita, dibentuk oleh reaksi-reaksi kita, prasangka-prasangka kita, kepercayaan kita, semua praduga terhadap yang kita miliki, pelipatgandaan aneka opini, ketakutan, rasa tak aman, kesengsaraan, kenikmatan, dan semua penderitaan dimana umat manusia telah melahirkannya sejak ribuan tahun — semua ini adalah kesadaran kita.

Kesadaran kita adalah apa adanya kita. Dan di dalam kekacauan ini, kontradiksi ini, dapatkah di situ muncul kreativitas? Kita membagi kesadaran dari segala hal yang bersifat kemanusiaan, untuk penderitaan kita, kenikmatan-kenikmatan kita, kepercayaan-kepercayaan kita, kesimpulan-kesimpulan, opini-opini, dan semua dogma-dogma keagamaan dan keyakinan-keyakinan, dibagi-bagi untuk semua umat manusia yang ada di bumi ini. Tentu saja timbul pertanyaan, secara psikologi, apakah diri kita sebagai individu-individu. Anda boleh saja berbeda secara fisik, anda boleh jangkung, anda boleh pendek — tetapi sebagai manusia, dalam kesadaran kita, apakah kita berbeda dari umat manusia lainnya? Kita tak pernah menanyakan itu semua. Kita berderap melakukan penyesuaian — kemudian kita memberontak.

Kita berontak kearah luar. Beribu-ribu revolusi telah terjadi, tetapi ke arah dalam kita tetap saja, lebih kurang, seperti apa yang kita miliki ribuan tahun. Oleh karenanya, dengan mengambil itu semua sebagai pertimbangan, tidak secara intelektual tetapi sebagai sesuatu yang utuh, apakah kita kreatif ?

Atau, seperti kita katakan, apakah kreativitas itu sesuatu yang sama sekali berbeda? Anda dapat merekayasa, menemukan ulang, menjajagi loncatan atom, dan sebagainya-dan sebagainya.

Bila itu semua aktivitas dari pikiran, kecerdikan, kemampuan daya upaya, ia menciptakan ilusi-ilusi dan memujanya. Bagaimana-pun juga, semua religi berdasarkan atas hal itu.

Pikiran telah mencipta Tuhan (pembicara bukan seorang atheis), pikiran menciptakan ideologi, pikiran menciptakan peperangan, dan atas nama Tuhan. Pikiran telah menciptakan segala sesuatu di dalam gereja, di dalam pura, di dalam mesjid, dan juga menciptakan persaudaraan kita. Tetapi kembali saya katakan, pikiran terbatas karena didasarkan atas pengetahuan dan pengetahuan adalah hasil dari sejumlah pengalaman, sehingga pikiran tidak akan pernah menjadi kreatif karena apa yang dapat diujudkannya pasti terbatas, dan dimana ada keterbatasan, pasti ada konflik. Dan konflik tidak akan pernah, dalam kondisi apapun, memunculkan kreativitas.

Oleh karenanya, bukan berdasar penciptaan, maka apakah penciptaan itu? Kapan itu terjadi? Tentu saja penciptaan dapat terjadi hanya bilamana pikiran hening. Anda boleh saja tidak setuju total dengan hal ini, saya berharap anda begitu, karena sebagian besar dari kita, pikiran adalah penting luar biasa yang berarti intelek, yang hanya merupakan bagian dari manusia. Sehingga pembicara berkata, kreativitas takkan dapat berlangsung bila disitu terdapat aktivitas pikiran. Kemudian muncul pertanyaan: Dapatkah pikiran jadi diam? Dapatkah pikiran menjadi tenang, beristirahat untuk sesaat?

Kemudian seseorang bertanya, siapakah yang menolong pikiran untuk istirahat? Itu tetap saja pikiran.

Saya berharap Anda mengikuti ini semua. Ini sesuatu proses yang sangat komplek. Setiap metoda telah dicoba untuk menghentikan pikiran — obat bius, obat penenang, semua bentuk meditasi — meditasi gaya Zen, gaya Tibet, Hindu, Buddha, dan semua itu kekosongannya. Pikiran tetap pada tempatnya, tetapi secara psikologis, ke arah dalam, dapatkah terjadi keheningan, ketenangan? Cinta adalah keheningan itu, cinta adalah suatu kualitas dari kekuatan besar dan energi yang diam. Sekarang kita bertanya: Apakah cinta itu satu-satunya faktor dalam kreativitas?

Bukan cinta yang direduksi menjadi kenikmatan, menjadi seks. Jika kita sekali mengerti, menyadari, bahwa pikiran dibawah kondisi apapun tak akan dapat kreatif, karena pikiran terbatas (dan itu tak perlu ditanyakan), maka kita dapat memulai menyelidiki, apakah cinta itu? Apakah cinta kasih? Apakah itu kenikmatan, apakah itu rasa birahi, apakah itu imajinasi, imajinasi tentang istri anda, suami anda, imajinasi tentang ideologi-ideologi?

Untuk dapat menemukan kembali, memunculkan sesuatu yang sangat luar biasa ini, cinta, seseoarang harus memiliki pemahaman yang amat jernih tentang kehidupan sehari-hari yang akan menunjukkan pada kita secara psikologis, ke arah dalam, bahwa kita tak memiliki kebebasan.

Kita bicara tentang kebebasan, khususnya di negara dimana anda mempunyai keahlian untuk mengatakan apa yang harus anda kerjakan — bagaimana mengasuh bayi, bagaimana mendapatkan seks, bagaimana mempercantik diri sendiri, segala macam latihan untuk menjadi spesialis di bidang agama, di bidang sain, dan sebagainya. Dan itulah yang anda namakan kebebasan.

Karena waktu kita amat terbatas, kita tak mungkin menuju pertanyaan yang lebih mendalam tentang apakah kebebasan itu. Tanpa kebebasan tidak ada cinta. Tetapi kita tidak bebas. Kita adalah kecemasan, kita tertakuti oleh kematian, kita tertakuti oleh masa depan. Kita telah mengerjakan tumpukan ketakutan ini selama ribuan tahun (kita bicarakan ketakutan psikologis).

Dapatkah otak semacam ini yang telah dikondisi semacam sebuah komputer, dimana terjadi aktivitas luar biasa dari pikiran, dengan intelegensia istimewa — dapatkah otak semacam ini menjadi kreatif? Jika tidak, bagaimana kreasi dapat terjadi?

Pertanyaan ini telah diajukan di seluruh dunia dan sejumlah jawaban telah diberikan, tetapi kita mengatakan bahwa kreasi hanya mungkin bila disitu ada cinta. Kemudian kita bertanya, apakah cinta itu? Cinta bukan nafsu birahi, cinta bukan kenikmatan, cinta bukanlah hiburan keagamaan.

Keruwetan hawa nafsu, keruwetan rasa duka, dan sesuatu luar biasa yang dinamakan kematian, semua itu adalah bagian dari hidup kita sehari-hari. Jika ada cinta, kita tak akan saling membunuh umat manusia — Tidak pernah !

Adakah cinta bila di seluruh dunia ini mengumpulkan peralatan perang, setiap negara menginginkan instrumen perusak paling mutakhir, menghasilkan peralatan-peralatan mematikan yang dinilai, diantara kekacauan ini? Di satu tangan anda membuat instrumen perang yang paling merusak, di tangan satunya anda bicara tentang cinta, perdamaian, semangat mencipta, dan sebagainya. Kita hidup di dalam kontradiksi, dan dimana ada kontradiksi, maka harus ada konflik dan oleh karena tak pernah dapat ada kreativitas ataupun kreasi. Jika hanya otak benar-benar tenang, tidak senantiasa berceloteh, tidak menyelidiki, tidak bertanya-tanya, tidak mencari, tetapi diam, hening, di situ dapat ada kreatifitas. Dan untuk memahami keheningan itu, kita harus mengerti apa meditasi itu. Meditasi bukan sadar bermeditasi. Apa yang telah dipikir adalah kesadaran, kesengajaan meditasi, duduk bersila ataupun merebahkan diri, atau mengulang-ulang kalimat tertentu, yang merupakan suatu kesengajaan, upaya sadar untuk bermeditasi.

Si pembicara berkata meditasi macam itu adalah omong kosong, Itu bagian dari nafsu. Keinginan untuk memiliki batin yang damai sama saja menginginkan suatu rumah indah atau baju yang bagus. Kesadaran meditasi merusak, menghambat bentuk lain meditasi. Untuk masuk ke situ kita tak ada waktu. Persoalan itu memerlukan persepsi luar biasa-tanpa kata, tanpa imajinasi. Sain adalah gerakan pengetahuan yang makin menumpuk, bertambah dan bertambah.

Pertambahan itu suatu ukuran, dan pikiran dapat diukur karena pikiran adalah suatu proses materi. Pengetahuan memiliki wawasan terbatas yang dimilikinya, kreasi terbatas yang dimilikinya, dan memunculkan konflik. Kita berbicara tentang persepsi holistik dimana ego, si aku, personalitas, tidak masuk sama sekali. Hanya semacam itulah ada sesuatu yang dinamakan kreatifitas.

------------------------------------------
J. Krishnamurti

Ceramah di Centre National Laboratory, Los Alamos, USA, 1984

0 komentar:

Posting Komentar